December 7, 2025

seputardigital

update terbaru informasi teknologi seluruh dunia

Buntut Viral Guru Tampar Murid di Subang, Dedi Mulyadi Tegaskan Disiplin Tanpa Kekerasan

seputardigital.web.id Media sosial dihebohkan oleh beredarnya video yang memperlihatkan seorang guru menampar muridnya di salah satu sekolah menengah pertama di Kabupaten Subang, Jawa Barat. Video tersebut memicu beragam reaksi publik, mulai dari kemarahan orang tua siswa hingga perdebatan tentang batas kewajaran dalam mendisiplinkan anak di lingkungan sekolah.

Dalam video yang viral itu, tampak seorang guru laki-laki menampar salah satu siswanya di hadapan teman-teman sekelas. Tindakan tersebut memancing perhatian banyak pihak, terutama setelah diketahui bahwa penyebabnya diduga karena siswa tersebut melanggar aturan sekolah dengan memanjat pagar untuk keluar tanpa izin.

Kejadian ini dengan cepat menyebar di berbagai platform media sosial. Banyak pengguna internet yang mengecam tindakan sang guru, sementara sebagian lainnya menilai perlu memahami konteks lebih dalam sebelum menyalahkan pihak sekolah sepenuhnya.


Gubernur Dedi Mulyadi Turun Langsung ke Sekolah

Merespons viralnya video tersebut, Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, langsung mendatangi SMPN 2 Jalancagak, tempat insiden itu terjadi. Kedatangannya bertujuan untuk meninjau langsung situasi di sekolah sekaligus memberikan pengarahan kepada para guru, siswa, dan orang tua.

Begitu tiba di lokasi, Dedi meninjau area sekolah, termasuk pagar belakang yang disebut-sebut sering dipanjat oleh siswa untuk keluar diam-diam. Pagar itu bahkan dilaporkan sempat roboh karena sering dilewati oleh siswa yang mencoba kabur.

Dalam kesempatan itu, Dedi berbicara langsung dengan pihak sekolah dan beberapa siswa yang diduga terlibat dalam insiden tersebut. Ia ingin memastikan bahwa masalah ini diselesaikan dengan bijak tanpa memperkeruh suasana antara guru, siswa, maupun orang tua.


Disiplin Harus Tanpa Kekerasan

Dalam arahannya, Dedi menegaskan bahwa tindakan disiplin di sekolah tidak boleh dilakukan dengan kekerasan fisik. Ia menyebut bahwa setiap guru memiliki tanggung jawab moral untuk mendidik, bukan melukai.

Menurutnya, kekerasan hanya akan menimbulkan trauma bagi anak dan mencoreng dunia pendidikan. Ia mengingatkan bahwa pendekatan yang lebih manusiawi jauh lebih efektif dalam membentuk karakter siswa. “Menegakkan disiplin boleh, tapi jangan dengan emosi. Anak-anak harus dibimbing, bukan dipukul,” tegas Dedi kepada para guru.

Ia juga meminta pihak sekolah memperkuat komunikasi dengan orang tua agar setiap pelanggaran dapat diselesaikan secara kolaboratif. “Sekolah dan keluarga harus menjadi tim yang saling mendukung dalam mendidik anak. Jangan sampai hubungan keduanya rusak hanya karena salah paham,” tambahnya.


Dukungan dan Kritik dari Masyarakat

Peristiwa ini menuai banyak reaksi dari masyarakat. Sebagian pihak memahami tekanan yang dihadapi guru dalam menjaga kedisiplinan di sekolah. Namun, tidak sedikit juga yang menilai bahwa kekerasan fisik tetap tidak bisa dibenarkan dalam kondisi apa pun.

Sejumlah komentar di media sosial menunjukkan empati terhadap siswa yang menjadi korban, sementara yang lain menyerukan agar kasus ini dijadikan pelajaran bersama. “Guru harus bisa menjadi panutan, bukan sumber ketakutan,” tulis salah satu warganet.

Di sisi lain, ada juga yang menilai bahwa perilaku siswa masa kini kerap menantang otoritas guru, sehingga perlu pendekatan yang lebih tegas, meskipun tanpa kekerasan. Mereka berharap pemerintah menyediakan lebih banyak pelatihan tentang manajemen kelas dan pendidikan karakter bagi tenaga pengajar.


Guru dan Siswa Dimediasi

Usai kunjungan Dedi Mulyadi, pihak sekolah bersama dinas pendidikan daerah melakukan mediasi antara guru dan orang tua siswa yang terlibat. Dalam pertemuan tersebut, kedua belah pihak sepakat untuk saling memaafkan dan tidak melanjutkan permasalahan ke ranah hukum.

Guru yang menampar murid juga menyampaikan permintaan maaf secara terbuka. Ia mengaku menyesal atas tindakannya dan berjanji tidak akan mengulanginya. “Saya khilaf, saya hanya ingin mendisiplinkan siswa, tapi saya sadar caranya salah,” ujarnya dengan nada penuh penyesalan.

Pihak orang tua siswa pun menerima permintaan maaf tersebut, dengan harapan kejadian serupa tidak akan terulang lagi di masa depan. Mereka juga meminta pihak sekolah memperketat pengawasan dan menanamkan nilai kedisiplinan tanpa harus menggunakan kekerasan.


Refleksi untuk Dunia Pendidikan

Kasus ini menjadi refleksi penting bagi dunia pendidikan di Indonesia. Masih banyak sekolah yang menghadapi tantangan dalam menegakkan disiplin tanpa melibatkan kekerasan. Perlu pendekatan yang lebih modern, berbasis empati dan komunikasi, agar guru dan siswa bisa saling memahami.

Pakar pendidikan menyarankan agar sekolah mulai mengadopsi sistem pembinaan karakter yang lebih positif. Misalnya dengan metode konseling, pembelajaran berbasis nilai, atau kegiatan pengembangan diri yang mendorong siswa untuk berdisiplin karena kesadaran, bukan karena rasa takut.

Dinas Pendidikan Jawa Barat juga berencana memperluas pelatihan bagi para guru tentang teknik komunikasi efektif, manajemen emosi, dan penanganan siswa bermasalah secara edukatif. Langkah ini diharapkan dapat menekan potensi terjadinya kekerasan di sekolah.


Penutup: Pendidikan Tanpa Kekerasan Adalah Kunci

Peristiwa di Subang menjadi pengingat bahwa mendidik generasi muda membutuhkan kesabaran dan keteladanan. Kekerasan, dalam bentuk apa pun, tidak pernah menjadi solusi dalam membentuk karakter anak bangsa.

Dedi Mulyadi menutup kunjungannya dengan pesan sederhana namun bermakna: “Sekolah harus menjadi tempat yang aman bagi anak-anak untuk belajar, bukan tempat yang menakutkan.”

Artikel ini menjadi refleksi penting bahwa pendidikan sejati adalah tentang menumbuhkan rasa hormat, bukan rasa takut. Mendisiplinkan siswa bisa dilakukan dengan kasih sayang dan komunikasi yang baik — cara yang jauh lebih kuat dalam membentuk generasi berakhlak, berani, dan beretika.

Cek Juga Artikel Dari Platform beritabumi.web.id