seputardigital.web.id Upaya Amerika Serikat untuk menyusun peta jalan baru dalam menyelesaikan perang Rusia–Ukraina memasuki babak penuh drama. Alih-alih membawa angin segar, usaha diplomasi tersebut memicu perdebatan di berbagai pihak, terutama setelah komentar Donald Trump yang menuding Ukraina tidak menunjukkan rasa terima kasih atas dukungan yang selama ini diberikan Washington.
Komentar itu menciptakan “tantrum politik” yang berimbas langsung pada meja perundingan. Di sisi lain, delegasi tinggi AS dan Ukraina bertemu di Jenewa untuk membicarakan kerangka perdamaian. Namun suasana pembicaraan berlangsung tegang karena Kyiv menilai rencana perdamaian yang diusulkan AS justru mengandung banyak konsesi untuk Rusia.
Ketegangan ini memperlihatkan betapa rumitnya mencari solusi bagi perang yang telah berlangsung lama dan memakan banyak korban. Bahkan di antara negara-negara sekutu sekalipun, pandangan soal peta jalan damai tidak selalu sejalan.
Washington Menyusun Peta Jalan Damai, tetapi Kyiv Tak Puas
Pertemuan antar delegasi dipimpin oleh Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio. Agenda utamanya adalah membahas struktur peta jalan damai yang akan diajukan kepada Rusia dalam upaya menurunkan eskalasi konflik. AS menilai bahwa perlu ada pendekatan baru yang realistis untuk mencegah perang berkepanjangan.
Namun pihak Ukraina justru menunjukkan kekhawatiran mendalam. Kyiv menilai bahwa rencana damai yang disodorkan AS mengandung risiko besar, terutama terkait jaminan keamanan jangka panjang. Ukraina takut bahwa kompromi yang diberikan Washington dapat membuka peluang Rusia memperkuat posisi militernya di masa depan.
Beberapa poin usulan AS yang dinilai sensitif oleh Ukraina antara lain:
- Penataan ulang wilayah-wilayah yang kini berada dalam garis depan konflik.
- Skema demiliterisasi yang dinilai terlalu menguntungkan Rusia.
- Jaminan keamanan yang masih bersifat samar dan tidak mengikat secara penuh.
Bagi Ukraina, usulan tersebut berpotensi membuat posisi mereka dalam negosiasi semakin lemah, terutama karena Rusia terus menunjukkan sikap tegas dan agresif.
Komentar Trump Memperburuk Suasana Diplomasi
Di saat situasi sudah cukup tegang, Donald Trump melontarkan komentar pedas yang menyebut bahwa Ukraina tidak menunjukkan rasa terima kasih atas dukungan Amerika Serikat. Ucapan itu memicu reaksi keras dari berbagai pihak dan menambah beban diplomasi Washington.
Trump, yang selalu keras terhadap isu bantuan luar negeri, kembali mempertanyakan sejauh mana AS harus terus membantu Kyiv. Sikapnya sering kali memengaruhi opini publik dan dinamika politik internal AS. Komentarnya tentang Ukraina memicu spekulasi bahwa dukungan terhadap Kyiv dapat terancam jika Washington merasa tidak mendapat “pengakuan” yang layak.
Bagi Ukraina, komentar itu menciptakan kekhawatiran baru, mengingat bantuan militer dan ekonomi dari AS merupakan salah satu pilar utama pertahanan mereka. Ketegangan pun semakin meningkat jelang pembahasan peta damai.
Delegasi Ukraina Menuntut Kepastian Jaminan Keamanan
Dalam perundingan terbaru, Kyiv menegaskan bahwa jaminan keamanan adalah poin yang tidak dapat dikompromikan. Ukraina menyatakan bahwa tanpa perlindungan yang jelas, risiko serangan ulang Rusia akan tetap tinggi, sehingga segala bentuk kesepakatan damai tidak akan berarti.
Ukraina menginginkan:
- Jaminan keamanan dari negara-negara NATO atau format aliansi baru.
- Sistem pertahanan yang diperkuat dengan dukungan militer jangka panjang.
- Posisi yang tegas terhadap Rusia dalam perundingan agar Moskow tidak memanfaatkan situasi untuk mendapatkan keuntungan teritorial.
Namun AS menilai bahwa beberapa permintaan Ukraina sulit dipenuhi sepenuhnya karena dapat memicu reaksi lebih agresif dari Moskow dan memperluas konflik.
Ketakutan Kyiv: Jangan Sampai Perjanjian Damai Menjadi Perang Baru
Kyiv khawatir bahwa kesepakatan damai yang tidak kuat justru akan membuka jalan bagi konflik berikutnya. Mereka belajar dari pengalaman sejarah ketika Rusia melakukan agresi setelah periode “ketenangan” yang tercipta oleh kesepakatan yang tidak mengikat.
Beberapa pejabat Ukraina menyebut bahwa:
- Rusia hanya menghormati kekuatan, bukan diplomasi lunak.
- Jika perjanjian damai tidak menjamin integritas wilayah, Ukraina berisiko kehilangan lebih banyak wilayah.
- Setiap kompromi yang terlalu jauh dapat menggerogoti moral masyarakat Ukraina yang telah bertahan selama perang panjang.
AS di Tengah Tekanan: Kepentingan Strategis dan Politik Domestik
Amerika Serikat berada dalam posisi sulit. Di satu sisi, mereka ingin menurunkan eskalasi perang untuk mencegah konflik global. Di sisi lain, mereka harus mempertahankan hubungan kuat dengan Ukraina dan menjaga citra kepemimpinan di panggung internasional.
Selain itu, politik dalam negeri AS turut memengaruhi dinamika ini. Komentar Trump memperlihatkan bahwa perang Ukraina telah menjadi isu sensitif yang berpotensi memecah opini politik. Bagi pemerintahan AS saat ini, meredam kritik sekaligus mempertahankan dukungan publik adalah tantangan besar.
Kesimpulan: Jalan Damai Masih Jauh dari Kata Sepakat
Pertemuan intensif antara AS dan Ukraina belum menghasilkan titik temu. Kyiv menginginkan jaminan keamanan yang tegas, sementara AS mencoba menyusun peta damai yang realistis tanpa memicu eskalasi baru dengan Rusia. Di sisi lain, komentar Trump memperkeruh situasi dan menciptakan tekanan tambahan dalam diplomasi.
Drama baru ini menunjukkan bahwa perdamaian di Ukraina masih jauh dari kata selesai. Selama kepentingan politik, keamanan, dan geopolitik belum sejalan, perang kemungkinan akan terus menjadi isu utama di kawasan tersebut.

Cek Juga Artikel Dari Platform mabar.online

More Stories
Raja Juli Antoni Siap Dievaluasi: Jawaban Menohok saat DPR Singgung Menteri Mundur
Aceh Tamiang Setelah Banjir: Lumpur, Kendaraan Rusak, dan Suasana Mencekam di Tengah Gelap
Aceh Tengah Lumpuh Total: Hanya Akses Udara yang Masih Bisa Digunakan