Perkembangan teknologi digital yang pesat menghadirkan tantangan baru dalam penegakan hukum di Indonesia. Kejahatan siber kini tidak lagi sebatas penipuan daring atau peretasan data, tetapi telah berkembang ke ranah yang lebih kompleks, seperti manipulasi bukti digital berbasis kecerdasan buatan atau deepfake. Dalam konteks inilah, jaksa perempuan dinilai memiliki peran strategis sebagai garda depan penegakan hukum yang berkeadilan dan berpihak pada korban.
Hal tersebut ditegaskan oleh Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid dalam Seminar Nasional Perempuan PERSAJA Berkarya yang digelar di Kantor Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis (18/12/2025). Dalam forum tersebut, Meutya menyoroti pentingnya penguatan kapasitas digital bagi jaksa perempuan agar mampu menghadapi kompleksitas kejahatan digital yang terus berkembang.
Menurut Meutya Hafid, dunia saat ini telah memasuki fase baru di mana teknologi kecerdasan buatan mampu mengaburkan batas antara fakta dan manipulasi. Fenomena deepfake, misalnya, berpotensi merusak integritas pembuktian hukum karena mampu menciptakan konten palsu yang tampak sangat meyakinkan.
“Kita memasuki masa deepfake dengan kecerdasan artificial yang membuat sesuatu menjadi saru, yang harusnya hitam putih menjadi abu-abu dan yang ada bisa ditiadakan oleh jejak digital. Karena itu, jaksa perempuan harus dibekali kapasitas digital yang kuat agar mampu menjaga integritas pembuktian dan melindungi korban, terutama perempuan dan anak,” ujar Meutya Hafid.
Pernyataan tersebut menegaskan bahwa penguasaan isu dan literasi digital bukan lagi pilihan, melainkan prasyarat utama bagi aparat penegak hukum. Tanpa pemahaman yang memadai terhadap teknologi digital, proses penegakan hukum berisiko tertinggal dan tidak mampu memberikan keadilan yang utuh bagi masyarakat.
Menkomdigi menilai jaksa perempuan memiliki posisi yang sangat strategis dalam transformasi institusi penegakan hukum. Selain menjalankan fungsi penuntutan, jaksa perempuan juga berperan penting dalam memastikan bahwa pendekatan hukum tetap berorientasi pada perlindungan korban, khususnya kelompok rentan.
“Dengan penguasaan isu digital, jaksa perempuan dapat mendorong penegakan hukum yang lebih adaptif, berorientasi pada korban, serta selaras dengan arah keadilan berbasis data,” jelasnya. Pendekatan ini dinilai penting agar hukum tidak hanya bersifat represif, tetapi juga responsif terhadap dampak sosial dari kejahatan digital.
Lebih lanjut, Meutya Hafid menekankan pentingnya sinergi lintas lembaga dalam membangun ekosistem hukum digital yang aman dan berkelanjutan. Ia menyebutkan bahwa kolaborasi antara Kementerian Komunikasi dan Digital dengan Kejaksaan menjadi kunci dalam mempercepat penanganan perkara siber.
“Sinergi antara Komdigi dan Kejaksaan sangat penting dalam percepatan penanganan perkara siber, penyediaan digital evidence chain yang standar, kolaborasi pada isu kebocoran data, edukasi publik mengenai etika digital, serta penguatan penegakan Undang-Undang ITE dan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi,” jelasnya.
Sinergi tersebut tidak hanya bersifat teknis, tetapi juga strategis, karena berada di titik temu antara perlindungan masyarakat, transformasi digital, dan penegakan hukum yang berkeadilan. Dalam konteks ini, jaksa perempuan dinilai memiliki keunggulan perspektif yang lebih empatik terhadap korban, terutama dalam kasus-kasus yang melibatkan perempuan dan anak.
Data yang disampaikan Persatuan Jaksa Indonesia (PERSAJA) menunjukkan bahwa dari total 11.948 jaksa di Indonesia, sebanyak 3.848 orang atau sekitar 32,21 persen merupakan jaksa perempuan. Angka ini mencerminkan adanya critical mass yang cukup signifikan untuk memberikan dampak nyata terhadap budaya institusi dan kualitas penegakan hukum nasional.
Keberadaan jaksa perempuan dalam jumlah yang signifikan ini diharapkan mampu memperkuat transformasi institusi penegakan hukum menuju arah yang lebih profesional, inklusif, dan adaptif terhadap perkembangan zaman. Dengan dukungan kapasitas digital yang memadai, jaksa perempuan dapat menjadi agen perubahan dalam menghadapi tantangan hukum di era teknologi.
“Pemberdayaan jaksa perempuan adalah investasi jangka panjang bagi Indonesia. Kita sedang membangun masa depan penegakan hukum yang profesional, humanis, dan mampu beradaptasi dengan tantangan zaman,” ujar Meutya Hafid.
Ia juga mengajak seluruh peserta Seminar Nasional Perempuan PERSAJA Berkarya untuk menjadikan forum tersebut sebagai momentum strategis. Momentum ini diharapkan dapat dimanfaatkan untuk memperkuat kapasitas digital aparatur penegak hukum, memperluas jejaring kolaborasi lintas sektor, serta meneguhkan komitmen bersama dalam menghadirkan penegakan hukum yang berpihak pada masyarakat.
“Mari kita jadikan momentum ini sebagai langkah memperkuat kapasitas digital, memperluas jejaring kolaborasi, dan meneguhkan komitmen untuk menghadirkan penegakan hukum yang melindungi, memberdayakan, dan membawa keadilan bagi seluruh masyarakat Indonesia,” tandasnya.
Di tengah meningkatnya ancaman kejahatan digital dan manipulasi berbasis kecerdasan buatan, peran jaksa perempuan menjadi semakin relevan dan strategis. Dengan kombinasi integritas, empati, serta penguasaan teknologi digital, jaksa perempuan diharapkan mampu menjadi garda terdepan dalam menjaga keadilan hukum di era digital yang penuh tantangan.
Baca Juga : Rumah Pendidikan Dorong Inovasi Gim Pembelajaran Digital
Jangan Lewatkan Info Penting Dari : indosiar


More Stories
5 Tips Aman Bertransaksi Digital Saat Libur Nataru
Ekonomi Digital Menggeliat, Penerimaan Pajak Terus Meningkat
Peran Linguistik Terapan Menguat di ICMAL 2025 Era Digital