December 24, 2025

seputardigital

update terbaru informasi teknologi seluruh dunia

Australia Terapkan Aturan Pelarangan Media Sosial untuk Anak, Kebijakan Mirip Indonesia tapi Menuai Kritik Besar

seputardigital.web.id Australia mengejutkan dunia dengan mengumumkan langkah tegas: pelarangan penggunaan media sosial bagi seluruh anak di bawah usia 16 tahun. Kebijakan tersebut langsung menempatkan Australia sebagai negara pertama yang menerapkan larangan absolut pada platform digital populer seperti TikTok, Instagram, Facebook, hingga Snapchat untuk kelompok usia remaja awal.

Langkah ini dipicu oleh kekhawatiran pemerintah terhadap meningkatnya kasus perundungan siber, kecemasan sosial, depresi, serta dampak buruk paparan konten yang tidak sesuai usia. Pemerintah Australia menilai bahwa risiko penggunaan media sosial pada anak sudah berada pada level mengkhawatirkan dan perlu dihentikan melalui regulasi ketat.

Namun bukannya mendapat sambutan positif, kebijakan ini justru memicu gelombang kritik dari berbagai pihak, mulai dari aktivis kebebasan digital, psikolog perkembangan, hingga orang tua yang menilai aturan tersebut terlalu ekstrem.

Perbandingan dengan Indonesia: Dua Pendekatan Berbeda

Menariknya, Indonesia sebenarnya sudah lebih dulu menerapkan aturan terkait pembatasan akses media sosial bagi anak. Namun pendekatan Indonesia jauh lebih fleksibel dibandingkan Australia. Pemerintah Indonesia membagi regulasi berdasarkan kategori usia antara 13 hingga 18 tahun, bukan larangan mutlak.

Dalam regulasi di Indonesia, anak diperbolehkan memiliki akun media sosial selama mendapatkan izin dari orang tua. Platform digital juga diwajibkan menyediakan fitur untuk mengelola konten sesuai usia pengguna, termasuk filter eksplisit, keamanan privasi, serta batasan interaksi dengan akun asing.

Model pembatasan bertingkat ini dinilai lebih adaptif dengan realitas kehidupan digital masyarakat modern, di mana interaksi online sudah menjadi bagian dari pembelajaran, hobi, hingga sosialisasi anak. Pendekatan Indonesia dianggap menempatkan orang tua sebagai partner utama dalam mengatur penggunaan media sosial, bukan pemerintah sebagai penentu tunggal.

Mengapa Australia Memilih Kebijakan Drastis?

Pemerintah Australia menjelaskan bahwa keputusan pelarangan total muncul setelah hasil kajian menunjukkan adanya lonjakan masalah mental pada remaja yang dikaitkan dengan penggunaan media sosial. Penelitian di negara tersebut menemukan bahwa anak-anak yang aktif di platform digital cenderung memiliki tingkat kecemasan lebih tinggi, gangguan tidur, hingga penurunan fokus akademik.

Australia juga mencermati tren internasional yang menunjukkan bahwa perusahaan teknologi gagal mengendalikan penyebaran konten berbahaya. Konten dengan muatan kekerasan, seksual, maupun ujaran kebencian sering lolos filter, membuat anak-anak sangat rentan terekspos pada materi yang tidak sesuai perkembangan mereka.

Alasan lain adalah meningkatnya kasus penipuan dan eksploitasi online yang menargetkan anak. Pemerintah menilai situasi ini sudah mencapai level darurat sehingga larangan total dianggap sebagai langkah paling aman.

Gelombang Kritikan: Dari Ahli Hingga Warga Biasa

Meski niatnya melindungi generasi muda, kebijakan Australia tidak lepas dari kritik tajam. Banyak ahli menilai tindakan tersebut terlalu membatasi ruang tumbuh anak dalam era digital.

Para psikolog perkembangan menyebut bahwa anak perlu belajar mengelola interaksi digital sejak dini, bukan dijauhkan sepenuhnya. Jika teknologi dianggap berbahaya, solusinya bukan melarang, tetapi mengajarkan keterampilan literasi digital.

Aktivis kebebasan berekspresi juga menentang aturan ini. Mereka menilai pemerintah berpotensi mengekang hak anak untuk berpendapat dan berkomunikasi, yang sebenarnya diakui dalam berbagai deklarasi internasional mengenai hak anak.

Kalangan orang tua pun terbagi dua. Sebagian mendukung karena merasa lebih aman tanpa harus mengawasi akun anak secara intens. Namun banyak juga yang menilai larangan tersebut tidak realistis. Anak dapat dengan mudah membuat akun palsu, menggunakan VPN, atau meminjam perangkat lain, sehingga efektivitasnya dipertanyakan.

Tantangan Teknologi dalam Menegakkan Kebijakan

Penerapan kebijakan ekstrem ini turut menimbulkan tantangan teknis. Pemerintah Australia harus mengembangkan sistem verifikasi usia yang akurat dan aman. Namun teknologi semacam itu masih kontroversial karena berpotensi mengumpulkan data sensitif anak, menimbulkan risiko privasi baru.

Platform media sosial juga dipaksa untuk menyesuaikan mekanisme moderasi sesuai aturan negara tersebut, sesuatu yang tidak mudah mengingat perbedaan kerangka hukum di berbagai negara. Banyak yang meragukan bahwa teknologi moderasi saat ini mampu benar-benar memblokir akses anak secara 100 persen.

Masalah lain adalah bagaimana kebijakan ini relevan dalam dunia di mana pendidikan, pekerjaan rumah, hingga komunikasi sekolah kerap menggunakan aplikasi berbasis digital.

Pelajaran bagi Negara Lain

Kontroversi yang terjadi di Australia menawarkan refleksi penting bagi banyak negara. Ancaman digital terhadap anak memang nyata, tetapi pendekatannya bisa berbeda-beda. Indonesia dengan sistem pembatasan bertingkat memberi ruang bagi keluarga untuk mengatur penggunaan media sosial, sementara Australia memilih strategi proteksi penuh.

Debat mengenai batasan ideal masih berlangsung. Perlindungan anak tetap menjadi prioritas, tetapi harus mempertimbangkan hak tumbuh dan berkembang dalam lingkungan digital yang kini menjadi bagian penting kehidupan modern.

Kesimpulan: Mencari Keseimbangan antara Perlindungan dan Kebebasan

Aturan pelarangan media sosial bagi anak di Australia memperlihatkan bagaimana negara modern bergulat dengan dilema dunia digital. Perlindungan anak adalah hal utama, tetapi pembatasan berlebihan berpotensi menimbulkan masalah baru.

Perbandingan dengan Indonesia menunjukkan bahwa tidak ada satu formula mutlak. Yang terpenting adalah menemukan keseimbangan—antara keamanan, edukasi, kebebasan berekspresi, dan peran keluarga—agar anak dapat tumbuh sebagai generasi yang sehat secara digital dan emosional.

Cek Juga Artikel Dari Platform beritagram.web.id